JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya menjaga keseimbangan antara stabilitas ekonomi dan pertumbuhan dengan mempertahankan suku bunga acuan di level 4,75 persen.
Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia bulan Oktober 2025 di tengah tingginya ketidakpastian global yang masih membayangi perekonomian dunia.
Langkah BI menahan suku bunga mencerminkan sikap hati-hati dalam merespons dinamika eksternal, terutama gejolak ekonomi dan geopolitik yang berlangsung secara simultan di berbagai negara.
Meski tidak ada perubahan tingkat suku bunga, Bank Indonesia menilai inflasi domestik tetap terkendali dan nilai tukar rupiah terjaga pada level stabil.
Kebijakan ini sekaligus memperlihatkan upaya BI untuk menjaga ruang pertumbuhan ekonomi nasional agar tetap terbuka. Dalam kondisi global yang penuh tekanan, stabilitas menjadi kunci utama agar perekonomian Indonesia tetap bertahan.
BI juga menegaskan bahwa arah kebijakan makroprudensial tetap pro growth dengan dorongan terhadap penurunan suku bunga kredit, perluasan likuiditas, serta penguatan sektor riil melalui sistem pembayaran yang efisien.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Solikin M. Juhro, menjelaskan bahwa keputusan mempertahankan suku bunga merupakan respons terhadap kondisi eksternal yang tidak pasti.
“Kita lihat kita menakar ketidakpastian global yang saat ini sedang memang sangat tinggi-tingginya baik ekonomi maupun geopolitik. Tidak pernah dalam beberapa waktu terakhir ini itu mereka simultan itu baik secara ekonomi maupun geopolitik itu sangat tinggi indeks-indeks ketidakpastian seperti apa? Kemudian juga kita lihat dari global trade uncertainty maupun juga policy uncertainty level global itu sangat tinggi, ini berdampak kepada pertumbuhan ekonomi dan juga stabilitas di dalam negeri,” ujarnya.
Ketahanan Sistem Keuangan Tetap Kuat dan Likuiditas Terjaga
Meski ketidakpastian global meningkat, Solikin menegaskan bahwa kondisi fundamental ekonomi dan keuangan Indonesia tetap solid. Sisi permodalan dan ketahanan keuangan domestik berada dalam posisi yang kuat, dengan likuiditas perbankan yang memadai dan risiko kredit yang tetap terkendali.
“Kita bersyukur dari sisi ketahanan sektor keuangan domestik ini terutamanya perbankan ini tetap kuat. Kalau kita lihat dari sisi permodalannya juga terjaga pada level tinggi. Kita lihat akarnya masih di atas 26 persen. Kita lihat juga dari sisi likuiditas perbankan ini juga tetap memadai juga maupun dari sisi risiko kredit ini juga masih terkelola dengan baik dengan non performing loan (NPL) yang masih di bawah 5 persen,” jelasnya.
Selain itu, BI juga melakukan stress test untuk mengukur ketahanan perbankan terhadap potensi tekanan global yang berlebihan. Hasilnya menunjukkan sistem keuangan Indonesia tetap tangguh dan mampu menghadapi potensi guncangan eksternal.
“Kita juga melakukan stress test. Kita melihat sampai sejauh mana apabila ada tekanan berlebih ketahanan sektor perbankan. Hasilnya ketahanan dari perbankan masih terjaga dengan baik. Juga kita lihat dari sisi ditopang oleh kemampuan bayar maupun profitabilitas yang terjaga,” tambahnya.
Kondisi ini menjadi modal penting bagi Indonesia dalam menjaga stabilitas keuangan di tengah gejolak global. BI menilai bahwa pengelolaan risiko yang hati-hati di sektor keuangan membantu memperkuat kepercayaan pasar dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dorongan Pertumbuhan Kredit dan Perluasan Likuiditas
Bank Indonesia juga terus mendorong ekspansi kredit dan memperluas likuiditas melalui kebijakan moneter dan makroprudensial yang akomodatif. Langkah ini diharapkan mampu menggerakkan sektor riil dan mendukung pemulihan ekonomi nasional secara lebih merata.
Menurut Solikin, BI telah mengoptimalkan berbagai instrumen kebijakan untuk mendukung pertumbuhan kredit. “Bank Indonesia melalui kebijakan bank baik dari sisi moneter maupun sisi makroprudensial ini telah dimaksimalkan dan berupaya untuk mendukung pertumbuhan kredit dengan tetap mengawal stabilitas.
Kita lihat suku bunga sudah enam kali turun itu sejak akhir tahun 2024. Sampai digitnya sebesar 150 basis poin ekspansi likuiditas kita juga lakukan dari sisi moneter baik melalui penurunan sertifikat Bank Indonesia dan juga pembelian SBN,” ucapnya.
Kebijakan tersebut menjadi langkah lanjutan dalam memastikan bahwa pembiayaan bagi sektor produktif tetap tersedia, sekaligus menjaga agar perbankan memiliki ruang lebih besar untuk menyalurkan kredit.
BI juga terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah guna memastikan kebijakan fiskal dan moneter berjalan searah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Keterpaduan kebijakan antara BI dan pemerintah diharapkan dapat menjaga momentum ekonomi di tengah tekanan eksternal. Stabilitas harga, nilai tukar yang terjaga, serta ketersediaan likuiditas menjadi tiga pilar utama dalam mendukung perekonomian agar tetap kuat menghadapi dinamika global.
Arah Kebijakan Menyongsong Stabilitas dan Pemulihan Ekonomi
Keputusan BI menahan suku bunga menjadi sinyal bahwa fokus utama saat ini bukan sekadar mendorong pertumbuhan, tetapi juga memastikan stabilitas makroekonomi tetap terkendali.
Dalam kondisi dunia yang sarat ketidakpastian, kebijakan yang berhati-hati menjadi pilihan yang paling rasional untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas dan ekspansi.
Dengan likuiditas perbankan yang terjaga dan risiko kredit rendah, sektor keuangan nasional masih memiliki ruang untuk tumbuh. BI akan terus meninjau kondisi ekonomi global dan domestik secara berkala untuk menentukan arah kebijakan berikutnya.
Ke depan, BI berharap langkah konsisten dalam menjaga suku bunga dan memperluas kebijakan pro growth akan memberikan efek positif terhadap pertumbuhan kredit, investasi, serta daya beli masyarakat.
Kebijakan moneter yang stabil, disertai sinergi lintas sektor, akan menjadi fondasi kuat bagi Indonesia untuk mempertahankan daya tahannya di tengah ketidakpastian ekonomi dunia.