Kinerja Impor dan Manufaktur Indonesia Menunjukkan Arah Pemulihan Positif

Selasa, 04 November 2025 | 11:07:46 WIB
Kinerja Impor dan Manufaktur Indonesia Menunjukkan Arah Pemulihan Positif

JAKARTA - Aktivitas industri dalam negeri mulai menunjukkan pergerakan positif seiring meningkatnya kebutuhan impor bahan baku. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor bahan baku atau penolong pada September 2025 mencapai US$13,83 miliar, naik 1,33% secara bulanan (month-to-month/mtm) dibandingkan Agustus 2025 yang senilai US$13,64 miliar.

Kenaikan tersebut juga terlihat dari perbandingan tahunan. Secara year-on-year (yoy), impor bahan baku meningkat 2,10% dibandingkan September 2024 yang mencapai US$13,54 miliar. Angka ini menjadi sinyal bahwa kebutuhan produksi di sektor industri mulai pulih dan menunjukkan geliat ekspansi yang stabil.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa peningkatan impor terjadi di seluruh golongan penggunaan secara tahunan. 

“Nilai impor bahan baku naik 2,10%, kemudian nilai impor barang modal sebagai pendorong utama peningkatan impor naik sebesar 28,02% dan dengan andil peningkatan sebesar 5,28%,” ujarnya dalam keterangan resmi BPS.

Menurut Pudji, tren kenaikan impor bahan baku ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas industri di berbagai sektor, khususnya yang berorientasi ekspor dan manufaktur padat karya. Data ini mengindikasikan bahwa permintaan domestik dan global terhadap produk olahan Indonesia mulai kembali stabil.

Barang Modal dan Aktivitas Produksi Turut Menguat

Selain bahan baku, impor barang modal juga menunjukkan pertumbuhan signifikan. BPS mencatat nilai impor barang modal pada September 2025 mencapai US$4,58 miliar, meningkat dibandingkan US$3,57 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Secara bulanan, impor barang modal juga naik dibandingkan Agustus 2025 yang sebesar US$3,94 miliar. Kenaikan ini menggambarkan adanya optimisme pelaku industri terhadap keberlanjutan aktivitas produksi, terutama dalam mempersiapkan kebutuhan mesin dan peralatan baru untuk memperluas kapasitas produksi.

Kinerja positif impor bahan baku dan barang modal juga dikaitkan dengan perbaikan indeks aktivitas manufaktur. Berdasarkan laporan S&P Global, sektor manufaktur Indonesia mencatatkan Purchasing Managers Index (PMI) sebesar 51,2 pada Oktober 2025. 

Angka ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang berada di level 50,4, sekaligus menandakan fase ekspansi karena berada di atas ambang batas 50.

Namun, jika dibandingkan dengan Agustus 2025, PMI sedikit menurun dari level 51,5, menunjukkan bahwa ekspansi masih berjalan hati-hati. 

Meskipun demikian, data ini mencerminkan adanya stabilitas dari sisi produksi dan aktivitas pembelian, sekaligus menunjukkan bahwa sektor industri tetap berada dalam jalur positif meski di tengah tekanan biaya produksi.

Permintaan Naik, Produsen Perluas Kapasitas Produksi

Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti, menilai bahwa kondisi manufaktur Indonesia tengah berada dalam fase perbaikan yang solid. Ia menuturkan, sektor industri menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang konsisten selama tiga bulan berturut-turut.

“Kondisi permintaan menunjukkan tren positif, dengan penjualan yang meningkat cukup kuat sehingga mendorong kenaikan pada tingkat ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian,” ujar Usamah dalam laporannya.

Peningkatan ini turut memberi dorongan terhadap penggunaan bahan baku dan barang modal yang semakin besar, sekaligus mencerminkan bahwa perusahaan tengah mempersiapkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan pasar yang terus tumbuh.

Namun, di sisi lain, beberapa produsen melaporkan bahwa volume produksi masih cenderung stabil, karena sebagian perusahaan masih mengandalkan persediaan barang jadi yang tersisa dari periode sebelumnya. Hal ini menyebabkan pertumbuhan output tidak meningkat tajam meski aktivitas pembelian meningkat.

Meskipun begitu, kecenderungan perusahaan untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan menunjukkan adanya pengelolaan produksi yang lebih hati-hati dan efisien. Produsen kini berupaya menyeimbangkan biaya dengan kapasitas agar tetap kompetitif di pasar global.

Tekanan Biaya dan Strategi Menjaga Daya Saing

Di tengah tren pemulihan tersebut, pelaku industri masih menghadapi tantangan biaya produksi yang meningkat. S&P Global mencatat bahwa beban biaya rata-rata produsen meningkat paling tajam dalam delapan bulan terakhir, terutama akibat kenaikan harga bahan baku.

Kenaikan ini membuat banyak perusahaan memilih strategi hati-hati dalam penentuan harga jual. Alih-alih menaikkan harga secara signifikan, mereka hanya melakukan penyesuaian harga tipis untuk menjaga daya saing produk di pasar dalam negeri maupun luar negeri.

Selain itu, beberapa perusahaan juga melakukan peningkatan kapasitas produksi guna memenuhi permintaan baru, sementara yang lain mengandalkan stok lama untuk menghemat biaya tambahan. Dampaknya, persediaan barang jadi sedikit menurun, menandakan perputaran stok yang sehat di rantai pasok industri.

Dengan kombinasi faktor tersebut, kondisi industri manufaktur Indonesia dapat dikatakan masih dalam fase pemulihan terkendali. Kenaikan impor bahan baku dan barang modal menegaskan bahwa sektor industri tetap menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional di tengah dinamika global.

Secara keseluruhan, tren positif ini memperlihatkan bahwa ekonomi Indonesia perlahan menapaki jalur stabilitas baru, dengan dukungan kuat dari aktivitas industri dan perdagangan internasional yang terus membaik.

Terkini