JAKARTA - Alzheimer bukan sekadar lupa sesaat. Penyakit ini merupakan jenis demensia paling umum yang menyerang fungsi kognitif secara bertahap, mulai dari memori hingga kemampuan mengambil keputusan.
Pengetahuan tentang gejala awal Alzheimer penting agar pencegahan dapat dilakukan sejak dini. Dengan mengenali tanda-tanda, masyarakat bisa menyiapkan gaya hidup sehat yang menekan risiko dan menjaga kualitas hidup.
Kasus Alzheimer kerap muncul perlahan dan memburuk seiring bertambahnya usia. Memahami faktor risiko serta gejala awal menjadi langkah utama dalam mempersiapkan diri dan orang terdekat agar lebih waspada.
Apa Itu Alzheimer dan Fungsi Kognitif yang Terganggu
Alzheimer merupakan penyebab 60–80 persen dari seluruh kasus demensia secara global. Demensia sendiri adalah kumpulan gejala penurunan kognitif yang cukup berat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
“Fungsi kognitif di sini tidak hanya memori, tetapi juga atensi, kemampuan visuospatial, bahasa, dan fungsi eksekutif yang berhubungan dengan pengambilan keputusan,” jelas dokter Yeni Quinta.
Gangguan ini membuat pasien kesulitan mengenali bagian tubuh, memecahkan masalah, atau mengambil keputusan sederhana yang sebelumnya bisa dilakukan tanpa hambatan.
Penyebab utama Alzheimer adalah penumpukan protein abnormal di otak, yaitu beta amyloid. Pada kasus tertentu, mutasi gen bisa memicu early onset Alzheimer, muncul sebelum usia 65 tahun.
Akibatnya, gejala awal seperti penurunan daya ingat berat muncul lebih cepat, mengganggu rutinitas harian, dan memerlukan perhatian lebih dari keluarga atau pengasuh.
Gejala Awal yang Perlu Diwaspadai
Gejala Alzheimer umumnya berkembang perlahan. Penurunan memori berat menjadi tanda pertama yang muncul, diikuti gangguan kemampuan kognitif lainnya.
Pasien mungkin mulai kesulitan mengingat informasi baru, lupa menempatkan benda, atau bingung saat menavigasi tempat yang familiar. Gejala ini sering dianggap “lupa biasa” padahal merupakan tahap awal demensia Alzheimer.
Seiring waktu, gangguan kognitif semakin menyebar, memengaruhi bahasa, kemampuan menghitung, hingga pengambilan keputusan sederhana. Pada tahap lanjut, pasien memerlukan bantuan penuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Pencegahan dan Gaya Hidup Sehat
Hingga kini, belum ada obat atau terapi yang bisa menyembuhkan Alzheimer. Namun, risiko dapat ditekan dengan gaya hidup sehat.
Tetap aktif bergerak, mengelola stres, menghindari rokok dan alkohol, serta mengontrol faktor risiko vaskular seperti diabetes dan hipertensi, menjadi langkah nyata untuk menurunkan kemungkinan munculnya Alzheimer.
“Pencegahan jauh lebih baik daripada menunggu fungsi kognitif menurun,” jelas Yeni. Gaya hidup sehat menjadi kunci menjaga otak tetap berfungsi optimal seiring bertambahnya usia.
Mengkonsumsi makanan bergizi, tidur cukup, serta menjaga interaksi sosial juga membantu melatih kemampuan kognitif, menunda onset gejala, dan meningkatkan kualitas hidup pasien di masa mendatang.
Faktor Risiko dan Kasus di Indonesia
Di Indonesia, prevalensi Alzheimer diperkirakan sekitar 27,9 persen, dengan angka tertinggi di Pulau Jawa dan Bali. Angka ini menunjukkan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap gejala awal dan faktor risiko.
Faktor risiko meliputi usia di atas 65 tahun, riwayat keluarga dengan Alzheimer, merokok, hipertensi, kadar kolesterol tinggi, diabetes, depresi, dan riwayat cedera kepala.
Selain itu, gangguan kromosom seperti Down syndrome juga meningkatkan risiko demensia Alzheimer.
Dengan mengetahui faktor-faktor ini, keluarga bisa lebih waspada dan menerapkan langkah pencegahan lebih awal.
Mengenali tanda awal Alzheimer memungkinkan deteksi dini dan intervensi gaya hidup yang tepat. Kesadaran ini menjadi kunci agar penderita tetap bisa menjalani kehidupan sehari-hari dengan kualitas yang lebih baik dan risiko komplikasi berkurang.